Empat
Kebenaran Mulia (Pali :
cattāri ariyasaccāni) adalah kebenaran absolut atau mutlak yang berlaku
bagi siapa saja tanpa membeda-bedakan suku, ras, budaya, maupun agama. Mengakui
atau tidak mengakui, suka atau tidak suka, setiap manusia mengalami dan
diliputi oleh hukum kebenaran ini.
Empat
Kebenaran Mulia ditemukan oleh Pertapa Siddhartha yang bermeditasi di
bawah Pohon Bodhi
hingga memperoleh Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha.
Empat Kebenaran Mulia yang ditemukan itu diajarkan oleh Buddha Gotama kepada
umat manusia di Bumi ini. Muncul ataupun tidak muncul seorang Buddha di dunia
ini, kebenaran itu akan tetap ada dan berlaku secara universal.
Empat
Kebenaran itu adalah:
1. Kesunyataan
tentang adanya Dukkha (Dukkha)
2. Kesunyataan
tentang sebab Dukkha (Dukkha Samudaya)
3. Kesunyataan
tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda)
4. Kesunyataan
tentang jalan berunsur 8 menuju akhir Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada
Magga)
Dukkha
Berbagai bentuk
penderitaan yang ada di dunia ini dapat dirangkum ke dalam tiga bagian utama
atau kategori, yaitu:
1.
Penderitaan Biasa (Dukkha-Dukkha),
misalnya sakit flu, sakit perut, sakit gigi, dan sebagainya.
2.
Penderitaan karena Perubahan
(Viparinama-Dukkha), misalnya berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan
yang dibenci, tidak tercapai apa yang diinginkan, sedih, ratap tangis, putus
asa, dan sebagainya.
3.
Penderitaan karena memiliki Badan
Jasmani (Sankhara-Dukkha), yaitu penderitaan karena kita lahir sebagai manusia,
sehingga bisa mengalami sakit flu, sakit gigi, sedih, kecewa, dan sebagainya.
Dukkha Samudaya
Ketiga
macam penderitaan di atas tentu tidak muncul begitu saja, tetapi karena ada
sebab yang mendahului, BUKAN asal mula. Karena disebut dengan SEBAB, maka hal
itu tidak dapat diketahui awal dan akhirnya. Sebab penderitaan itu adalah
karena manusia diliputi Keserakahan, Kebencian dan Kegelapan Batin, sehingga
mengakibatkan kelahiran yang berulang-ulang dari masa ke masa dari satu alam ke
alam berikutnya.
Manusia
banyak yang tidak menyadari bahwa ada kebebasan dari semua bentuk penderitaan
yang dapat dicapai ketika masih hidup. Mereka kebanyakan melekat pada
kesenangan-kesenangan nafsu indera, menghancurkan kehidupan makhluk lain,
menganut pandangan salah yang menyesatkan banyak orang dan menjanjikan
kebahagiaan semu dan sementara, hidupnya tidak diarahkan dengan baik, tidak
membuka diri untuk belajar lebih dalam tentang kebenaran universal, menjadi
orang dungu yang hanya tahu tapi tidak mempraktikkan apa yang ia ketahui,
menjadi orang bodoh yang tidak mampu membedakan kebaikan dan kejahatan. Inilah
sebab penderitaan yang menyelimuti kebanyakan umat manusia, yaitu Nafsu yang
tiada henti (Tanha), dan Avijja (kebodohan batin) yang menjadi sebab kelahiran
berulang-ulang bagi dirinya.
Dukkha Niroda
Sebagaimana
kesakitan akan sembuh manakala sebabnya telah diketahui dan diberikan obat yang
tepat, demikian pula penderitaan seseorang juga dapat dihentikan dengan
mempraktikkan cara-cara yang benar dan berlaku secara universal. Kebahagiaan
akan dicapai manakala ia terbebas dari penderitaan itu. Kebahagiaan ini adalah
kebahagiaan sejati, di mana tidak akan diketahui ke mana perginya seseorang
yang telah bebas dari derita batin dan jasmani. Inilah kebahagiaan Nibbana.
Kebahagiaan yang dapat dicapai BUKAN setelah meninggal dunia saja, tetapi juga
ketika masih hidup di dunia ini.
Nibbana
bukanlah suatu tempat, melainkan keadaan di mana seseorang mempunyai pikiran
yang sangat jernih yang telah terbebas dari sifat serakah, benci, dan gelap
batin. Ia dapat mencapainya ketika masih memiliki badan jasmani. Sebagaimana
perjuangan Pangeran Siddhartha untuk mencari jalan keluar dari fenomena usia
tua, sakit dan kematian hingga menjadi Buddha, maka seperti itulah seseorang
dengan sekuat tenaganya sendiri berusaha mengikis habis sifat-sifat jahat yang
ada dalam dirinya, mengikis habis ego dalam dirinya, mengikis habis nafsu-nafsu
indera, dan memunculkan kebijaksanaan paling tinggi dalam kehidupannya dan
menjadikan dirinya sendiri sebagai Orang Suci meskipun masih bergaul dengan
banyak orang dan berpenghidupan di masyarakat luas. Kelak ketika ia meninggal
dunia, maka tidak akan ada lagi orang yang mengetahui ke mana ia pergi, karena
Nibbana bukanlah suatu tempat. Sebagaimana api itu ada, namun tidak seorang pun
yang dapat mengetahui ke mana perginya api setelah padam.
Jika
diibaratkan sebuah lilin yang menyala, apinya adalah kebencian, keserakahan,
dan kegelapan batin dan batang lilin adalah badan jasmani, maka ketika nyala
lilin padam bersamaan dengan habisnya batang lilin yang terbakar, saat itulah
fenomena-fenomena selanjutnya dari lilin tersebut tidak dapat diketahui oleh
siapa pun. Inilah gambaran Nibbana secara sederhana.
Jadi
sangat mungkin Kebahagiaan Sejati dapat dicapai bukan setelah meninggal dunia,
tetapi juga ketika masih hidup.
Dukkha
Nirodha Gamini Patipada Magga
Cara melenyapkan Dukkha adalah
dengan memiliki 8 unsur berikut (disebut juga Jalan Mulia Berunsur Delapan):
- Pengertian Benar (sammä-ditthi)
- Pikiran Benar (sammä-sankappa)
- Ucapan Benar (sammä-väcä)
- Perbuatan Benar (sammä-kammanta)
- Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
- Daya-upaya Benar (sammä-väyäma)
- Perhatian Benar (sammä-sati)
- Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)